JERAT INDONESIA, BANDUNG (5/21) – Takbiran adalah kegiatan atau aktifitas mengucapkan kalimat takbir ‘Allahu Akbar’ secara bersama-bersama. Di Indonesia takbiran selain dilakukan di masjid atau musalla secara berkelompok juga biasa dilakukan dengan berkeliling kampung atau jalan raya. Menteri Agama mengatur bahwa malam takbiran hanya dapat dilakukan di masjid atau musalla dengan membatasi jumlah orang yang hadir. Kegiatan malam takbiran dan shalat Idul Fitri boleh diselenggarakan di masjid dan lapangan terbuka. Dalam surat edaran menyebutkan bahwa malam takbiran menyambut Hari Raya Idul Fitri dilaksanakan dengan ketentuan: secara terbatas dan memperhatikan standar protokol kesehatan secara ketat.
Salah satunya warga Mekarjaya Sukamiskin mengadakan shalat Idul Fitri bertempat di Lapangan RW 05. Total jumlah penduduk sekitar 2.000 jiwa, dan hanya empat RT yang digabungkan dalam pelaksanaan shalat Idul Fitri. Sementara dua RT berbeda tempat, dari total seluruh enam RT. Gema suara takbir mengkhiasi hari lebaran, warga berdatangan untuk beribadah dengan mematuhi protokol kesehatan seperti memakai masker dan tidak saling berjabat tangan. Usai shalat tidak dilakukan bersalaman tetapi setelah khutbah akhir langsung kembali ke tempat tinggal masing-masing. Sepertinya warga Mekarjaya Sukamiskin sudah menerapkan protokol kesehatan tanpa aba-aba warga berinisiatif.
Pania shalat Idul Fitri sebelum menggelar shalat Idul Fitri di masjid dan lapangan terbuka wajib berkoordinasi dengan PEMDA. SATGAS, dan unsur keamanan setempat untuk mengetahui informasi status zonasi dan menyiapkan tenaga pengawas agar standar protokol kesehatan dijalankan dengan baik, aman, dan terkendali. Selanjutnya silaturahmi dalam rangka Idul Fitri hanya boleh dilakukan bersama keluarga terdekat dan tidak menggelar open house atau halal bihalal di lingkungan baikpun komunitas.
Sedangkan untuk daerah berstatus zona merah dan orange, penyelenggaraan shalat Idul Fitri agar dilakukan di rumah masing-masing, sesuai dengan fatwa MUI dan ORMAS Islam lainnya. Shalat Idul Fitri boleh dilaksanakan secara berjamaah di masjid dan lapangan hanya di daerah yang aman dari Covid-19 atau berstatus zona hijau dan kuning berdasarkan penetapan lokasi. Namun bagi para lansia atau orang dalam kondisi kurang sehat, baru sembuh dari sakit atau perjalanan, disarankan tidak menghadiri shalat Idul Fitri di masjid dan lapangan. Khutbah Idul Fitri dilakukan secara singkat dengan tetap memenuhi rukun khutbah, paling lama 20 menit.
Mimbar yang digunakan dalam penyelenggaraan shalat Idul Fitri di masjid dan lapangan agar dilengkapi dengan pembatas transparan antar khatib dan jemaah. Sesuai pelaksanaan shalat Idul Fitri, jemaah kembali ke rumah dengan tertib dan menghindari berjabat tangan dengan bersentuhan secara fisik. Namun bukan berarti tidak dapat merayakan hari Lebaran berdandan dan menggunakan pakaian terbaik bisa dilakukan untuk meningkatkan suasana Lebaran di rumah. Memiliki rencana untuk bersih-bersih total dan mendekorasi ulang, maka menjelang Lebaran adalah saat yang tepat. Alternatif halal bihalal atau bermaaf-maafan bisa melalui online baik itu vidio call dan sebagainya karena belum memungkinkan untuk bertemu secara langsung.
“Di tengah pandemi ini justru seharusnya yang dipertajam yaitu beribadah yang tinggi” ujar salah satu warga. Pandemi Covid-19 bisa jadi merupakan cara untuk mengingatkan umat Islam agar memperkuat spiritualitas ruh atau penghayatan pribadi. Hal tersebut bukan di ranah publik tetapi ranah privat yang sifatnya memperdalam spiritualitas.
Resti Prianti untuk Jerat Indonesia



0 Komentar