JERAT INDONESIA, GARUT (4/21). Segala upaya dilakukan untuk mendaapat sebuah pekerjaan, bagi Rijal (25) sangat susah untuk mempunyai pekerjaan karena ia tidak mempunyai ijazah sekolah untuk salah satu syarat memdapatkan pekerjaan. Rijal tidak mempunyai tenaga yang lebih untuk bekerja sebagai tukang kuli pasar, menjadi pengamen badut adalah salah satu cara untuk Rijal bisa menyambung hidup dan juga memberi sesuap nasi untuk ibunya yang kini sudah berusia 50 tahun. Akhir-akhir ini di Kabupaten Garut marak sekali pengamen yang menggunakan pakaian ala badut. Ironisnya, tak sedikit di antara mereka yang ternyata masih berusia anak-anak.
Maraknya boneka badut disaat virus Covid mewabah di Indonesia, akibatnya semua aktivitas dialihkan ke rumah atau Work From Home. Banyaknya orang yang di PHK oleh perusahannya karena sistem ekonomi yang tidak stabil, begitupun aktivitas sekolah. Anak sekolah jadi tidak terpantau oleh sekolah, karena pembelajaran yang dilakukan secara daring.
Pengamen kini memakai kostum badut menyerupai tokoh- tokoh di film kartun yg biasa kita lihat di di televisi. Pengamen badut ini melengkapi seperangkat audio karaoke sound system dilengkapi flash disc berisi rekaman lagu-lagu kebanyakan dangdut irama koplo. Alat ini dibawa oleh salah satu orang temannya sambil ikut berjoget, sedangkan si badut bernyanyi. Satu tim pengamen badut ini rata rata tiga orang. Dengan berbagi tugas. Satu sebagai badut, yang satu lagi membawa soundsystem dan orang ketiga kebagian membawa kotak yang digunakan untuk menampung uang dari pemberi. Berbicara mengenai fenomena boneka badut, di Garut banyak pengamen Badut yang mudah ditemukan disetiap titik lampu merah hingga ke perkampungan padat penduduk.
Rijal (25) pengamen boneka asal Samarang salah satunya. Rijal banting setir menjadi pengamen badut karena susahnya mencari pekerjaan dikala pandemi seperti ini, menurut rijal mencari pekerjaan saat ini sangat sulit harus mempunyai banyak syaratnya terutama Ijazah, menurut rijal Menjadi pengamen Badut adalah pekerjaan yang mudah didapat, karena ada toko sewa kostum badut, disana rijal menyewa seharga Rp-50.000.
Setiap hari Rijal hidup di jalanan, mencari rupiah dengan cara menjadi pengamen badut di tiap lampu merah kota. Begitu lampu lalu lintas menyala merah, Rijal dan Dani temannya, bergegas mengambil ancang-ancang. Mereka menghampiri satu demi satu kendaraan yang menghentikan laju, berharap tangan-tangan menyodorkan uang kecil yang bagi mereka sangat bermakna. Rijal sendiri sudah lama menjadi pengamen, namun pada saat itu ia tidak berkostum badut melainkan sebagai pengamen jalanan yang membawa alat musik seperti gitar, ia menghampiri satu demi satu rumah makan yang ada di kota, mengetuk pintu dari rumah ke rumah hingga keluar masuk perkampungan juga gang, dan sekarang ia beralih menjadi pengamen badut karena adanya tempat sewa kostum badut juga selain itu Rijal dan Dani tidak lagi harus berjalan jauh mencari keramaian melainkan hanya menunggu di perempatan jalan dan menunggu lampu merah menyala. Setidaknya sudah sekitar empat tahun dia menjalani aktivitas menjadi seorang pengamen, dan menjadi mata pencahariannya sehari-hari
“ Dari tahun 2017 saya sudah menjadi pengamen, namun dulu saya membawa gitar tidak berpakaian badut,akhirnya sekarang beralih menjadi pengamen badut karena tidak ada kerjaan lagi selain menjadi pengamen badut.” Jawab Rijal, dia mengaku mau bekerja apapun itu pekerjaannya asalkan halal. “Kalau untuk saya saat ini jujur ingin sekali bekerja, apapun itu pekerjaannya asalkan halal “ ucap rijal
Rijal tidak sendiri menjadi pengamen badut, ia ditemani seorang teman yang bernama Dani (12). bocah berusia 12 tahun itu asal dari Medan, ia keluar rumah karena sudah tidak mempunyai kedua orang tua. Keluar rumah tanpa arah tujuan akhirnya menepi di Kota Garut dan bertemu dengan Rijal di Alun-alun akhirnya kedua orang itu menjadi sahabat sampai sekarang.
Tidak ada yang tahu bagaimana wajah kecewa Rijal di balik boneka badut ketika hanya mendapat gelengan atau bahkan tidak direspons sama sekali oleh pengendara motor maupun mobil. Ya, jangankan dianggap penting, Rijal bahkan sering merasa tak ada yang melihat keberadaannya.
Rijal masih mempunyai seorang ibu yang sudah berusia 50 tahun, dimana ibunya tersebut sudah tidak sanggup lagi bekerja. Setiap sebulan sekali rijal pulang dan memberikan uang yang ia kumpulkan dari hasil mengamen badut kepada ibunya untuk makan sehari-harirnya. Meski sudah menjadi makanan sehari-hari, tapi perasaan sedih setiap mendapat penolakan masih tetap ada. Apalagi menjadi pengamen badut tidak bisa dikatakan pekerjaan gampang, bukan sekadar joget-joget di pinggir jalan. Rijal juga harus menahan beban, serta rasa pengap dan panas selama memakai kostum itu karena minimnya sirkulasi udara. Kadang bahkan ada yang takut dengan kostum boneka badut yang dia kenakan, terutama anak-anak.
Disisi lain Rijal menyimpan banyak kesedihan dimana saat itu ia sedang mengamen badut dan dirazia oleh SATPOL PP yang bertugas. “Kalau menurut saya pengennya SATPOL PP tidak merazia pengamen badut karena tidak mengganggu lalulintas dijalan, lagian saya menghampiri mobil ketika lampu merah “ ucap Rijal.
Sebelumnya Rijal tidur di emperean jalan dan selama tidur di emper jalan rijal selalu mendapat perlakuan tidak baik dari orang lain yang melintas seperti diludahi. Maka dari itu Rijal bersama temannya Dani berinisiatif untuk tinggal di kos-kosan. Rijal keluar dari kos-kosan untuk bekerja dari mulai jam 08:00 pagi hingga sore, penghasilan rijal kerja sebagai pengamen badut dari pagi hingga sore kadang pendapatannya 70-100 ribu rupiah, itupun belum dipotong untuk bayar sewa kostum badut. Rijal dan Deni sudah tidak merasa malu saat mengamen. Setiap akan berangkat, mereka punya persiapan dahulu agar tak boros di jalan, yakni makan dulu sebelum berangkat. “Kalau misalnya lagi rame bisa dapet 100 ribu, 50 ribu bayar sewa kostum dan yang 50 ribu lagi buat kita berdua makan “ jawab rijal
Namun yang paling mengkhawatirkan adalah temannya rijal yaitu Dani, ia keluar rumah karena sudah tidak ada lagi orang tuanya, ia hidup sebatangkara sebelum dipertemukan bersama Rijal. Dani anak berusia 12 tahun harus memikul beban hidupnya sendiri dengan hidup dijalanan, dani mempunyai harapan untuk bisa hidup seperti anak 12 tahun pada umumnya. Ia masih mempunyai harapan untuk bersekolah dan mewujudkan cita-citanya, namun keadaan mendorongnya untuk menjadi pengamen badut karena tidak ada yang membiayainya untuk bersekolah.
Seperti itulah kisah hidup Pengamen badut yang berjuang ditengah-tengah pandemi COVID-19. Hari demi hari ia lalui di perempatan jalan menghibur pengendara dengan memakai kostum badut. Strategi bertahan hidup ia kerahkan sejak lama, dimana Rijal harus memikul beban kehidupan dirinya dan ibunya, juga Dani bocah 12 tahun asal medan yang mencari sesuap nasi dengan menjadi pengamen badut bersama Rijal.
AAM MAULANA.

0 Komentar